Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 22 November 2011

Ejaan



EJAAN DALAM BAHASA INDONESIA



Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Bahasa Indonesia




Di susun oleh :
HELMI FITRI LUTHFIA



TINGKAT IA SEMESTER I
UNIVERSITAS MAJALENGKA (UNMA)
2011

Ejaan van Ophuijsen adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia. Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Ch. van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu diIndonesia. Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada17 Maret 1947.
Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1.      Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2.      Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3.      Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4.      Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.



Sejarah singkat
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia.
Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.

B.     EJAAN SOEWANDI
Ejaan Republik adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini juga disebut dengan nama ejaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu.Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901. Perbedaan utama antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah penggantian 'oe' dengan 'u'. Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972, di mana ejaan tersebut digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1.      Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2.      Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3.      Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4.      Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
tj
tjutji
c
cuci
dj
djarak
j
jarak
oe
oemoem
u
umum
j
sajang
y
sayang
nj
njamuk
ny
nyamuk
sj
sjarat
sy
syarat
ch
achir
kh
akhir
awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Untuk penjelasan lanjutan tentang penulisan tanda baca, dapat dilihat pada Penulisan tanda baca sesuai EYD
1.      Tanda Titik (.)
a.       Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh: Saya suka makan nasi.
Apabila dilanjutkan dengan kalimat baru, harus diberi jarak satu ketukan.
b.      Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:
·         Irwan S. Gatot
·         George W. Bush
Apabila nama itu ditulis lengkap, tanda titik tidak dipergunakan.
Contoh: Anthony Tumiwa
c.       Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh:
·         Dr. (doktor)
·         S.E. (sarjana ekonomi)
·         Kol. (kolonel)
·         Bpk. (bapak)
d.      Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda titik.
Contoh:
·         dll. (dan lain-lain)
·         dsb. (dan sebagainya)
·         tgl. (tanggal)
·         hlm. (halaman)
e.       Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Contoh:
·         Pukul 7.10.12 (pukul 7 lewat 10 menit 12 detik)
·         0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
f.       Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Contoh: Kota kecil itu berpenduduk 51.156 orang.
g.      Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Contoh:
·         Nama Ivan terdapat pada halaman 1210 dan dicetak tebal.
·         Nomor Giro 033983 telah saya berikan kepada Mamat.
h.      Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi maupun di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat.
Contoh:
·         DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
·         SMA (Sekolah Menengah Atas)
·         PT (Perseroan Terbatas)
·         WHO (World Health Organization)
·         UUD (Undang-Undang Dasar)
·         SIM (Surat Izin Mengemudi)
·         Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
·         rapim (rapat pimpinan)
i.        Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang.
Contoh:

·         Cu (tembaga)
·         52 cm
·         l (liter)
·         Rp350,00

j.        Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Contoh:
·         Latar Belakang Pembentukan
·         Sistem Acara
·         Lihat Pula

2.      Tanda Koma (,)
a.       Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Contoh: Saya menjual baju, celana, dan topi
Contoh penggunaan yang salah: Saya membeli udang, kepiting dan ikan.
b.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang berikutnya, yang didahului oleh kata seperti, tetapi, dan melainkan.
Contoh: Saya bergabung dengan Wikipedia, tetapi tidak aktif.
c.       Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.
Contoh:
·         Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
·         Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
d.      Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat.
Contoh: Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
e.       Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Contoh:
·         Oleh karena itu, kamu harus datang.
·         Jadi, saya tidak jadi datang.
f.       Tanda koma dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan, yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh:
·         O, begitu.
·         Wah, bukan main.
g.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Contoh: Kata adik, “Saya sedih sekali”.
h.      Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Contoh:
·         Medan, 18 Juni 1984
·         Medan, Indonesia.
i.        Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Contoh:
Lanin, Ivan, 1999. Cara Penggunaan Wikipedia. Jilid 5 dan 6. Jakarta: PT Wikipedia Indonesia.
j.        Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Contoh:
I. Gatot, Bahasa Indonesia untuk Wikipedia. (Bandung: UP Indonesia, 1990), hlm. 22.
k.      Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Contoh: Rinto Jiang, S.E.
l.        Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Contoh:

·         33,5 m
·         Rp10,50

m.    Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Contoh: pengurus Wikipedia favorit saya, Borgx, pandai sekali.
n.      Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh. Bandingkan dengan: Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.
o.      Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Contoh: “Di mana Rex tinggal?” tanya Stepheen.

3.      Tanda Titik Koma (;)
a.       Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Contoh: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
b.      Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.

4.      Tanda Titik Dua (:)
a.       Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Contoh:
·         Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
·         Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonomi Umum dan Ekonomi Perusahaan.
b.      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Contoh:
·         Ketua                          : Borgx
·         Wakil Ketua                : Hayabuse
·         Sekretaris                    : Ivan Lanin
·         Wakil Sekretaris          : Irwan Gatot
·         Bendahara                   : Rinto Jiang
·         Wakil bendahara         : Rex
c.       Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Contoh:
·         Borgx : “Jangan lupa perbaiki halaman bantuan Wikipedia!”
·         Rex : “Siap, Boss!”
d.      Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan.
Contoh:
(i)         Tempo, I (1971), 34:7
(ii)       Surah Yasin:9
(iii)     Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
e.       Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Contoh: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.



5.      Tanda Hubung (-)
a.       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Contoh: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
Tanda ulang singkatan (seperti pangkat 2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
b.      Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Contoh:
·         p-e-n-g-u-r-u-s
·         8-4-1973
c.       Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.
Bandingkan:ber-evolusi dengan be-revolusidua puluh lima-ribuan (20×5000) dengan dua-puluh-lima-ribuan (1×25000).Istri-perwira yang ramah dengan istri perwira-yang ramah
d.      Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital; (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan -an, (d) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (e) nama jabatan rangkap.
Contoh:
·         se-Indonesia
·         hadiah ke-2
·         tahun 50-an
·         ber-SMA
·         KTP-nya nomor 11111
·         sinar-X
·         Menteri-Sekretaris Negara
e.       Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Contoh:

·         di-charter
·         pen-tackle-an

6.      Tanda Pisah (–, —)
a.       Tanda pisah em (—) membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberikan penjelasan khusus di luar bangun kalimat.
Contoh: Wikipedia Indonesia—saya harapkan—akan menjadi Wikipedia terbesar.
b.      Tanda pisah em (—) menegaskan adanya posisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih tegas.
Contoh:
Rangkaian penemuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
c.       Tanda pisah en (–) dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti sampai dengan atau di antara dua nama kota yang berarti ‘ke’, atau ‘sampai’.
Contoh:
·         1919–1921
·         Medan–Jakarta
·         10–13 Desember 1999
d.      Tanda pisah en (–) tidak dipakai bersama perkataan dari dan antara, atau bersama tanda kurang (−).
Contoh:
·         dari halaman 45 sampai 65, bukan dari halaman 45–65
·         antara tahun 1492 dan 1499, bukan antara tahun 1492–1499
·         −4 sampai −6 °C, bukan −4–−6 °C

7.      Tanda Elipsis (…)
a.       Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus, misalnya untuk menuliskan naskah drama.
Contoh: Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
b.      Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan, misalnya dalam kutipan langsung.
Contoh:
Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.

Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Contoh:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ….

8.      Tanda Tanya (?)
a.       Tanda tanya dipakai pada akhir tanya.
Contoh:

·         Kapan ia berangkat?
·         Saudara tahu, bukan?

b.      Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh:
·         Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
·         Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

9.      Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidak percayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Contoh:
·         Alangkah mengerikannya peristiwa itu!
·         Bersihkan meja itu sekarang juga!
·         Sampai hati ia membuang anaknya!
·         Merdeka!
Oleh karena itu, penggunaan tanda seru umumnya tidak digunakan di dalam tulisan ilmiah atau ensiklopedia. Hindari penggunaannya kecuali dalam kutipan atau transkripsi drama.

10.  Tanda Kurung ((…))
a.       Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Contoh:
Bagian Keuangan menyusun anggaran tahunan kantor yang kemudian dibahas dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) secara berkala.
b.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Contoh:
·         Satelit Palapa (pernyataan sumpah yang dikemukakan Gajah Mada) membentuk sistem satelit domestik di Indonesia.
·         Pertumbuhan penjualan tahun ini (lihat Tabel 9) menunjukkan adanya perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.
c.       Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Contoh:
·         Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a)
·         Pembalap itu berasal dari (kota) Medan.
d.      Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Contoh: Bauran Pemasaran menyangkut masalah (a) produk, (b) harga, (c) tempat, dan (c) promosi.
Hindari penggunaan dua pasang atau lebih tanda kurung yang berturut-turut. Ganti tanda kurung dengan koma, atau tulis ulang kalimatnya.
Contoh:
·         Tidak tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919) (dikenal juga sebagai Matviy Hryhoriyiv) merupakan seorang pemimpin Ukraina.
·         Tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919), dikenal juga sebagai Matviy Hryhoriyiv, merupakan seorang pemimpin Ukraina.
·         Tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919) merupakan seorang pemimpin Ukraina. Dia juga dikenal sebagai Matviy Hryhoriyiv.

11.  Tanda Kurung Siku ([...])
a.       Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Contoh: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Contoh:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.

12.  Tanda Petik (“…”)
a.       Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Contoh:
·         “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
·         Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia.”
b.      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Contoh:
·         Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
·         Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam Tempo.
·         Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.
c.       Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Contoh:
·         Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja.
·         Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
d.      Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Contoh: Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
e.       Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Contoh:
·         Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
·         Bang Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu sebabnya.

13.  Tanda Petik Tunggal (‘…’)
a.       Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Contoh:
·         Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
·         “Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
b.      Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Contoh: feed-back, ‘balikan’


14.  Tanda Garis Miring (/)
a.       Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Contoh:

·         No. 7/PK/1973
·         Jalan Kramat III/10
·         tahun anggaran 1985/1986

b.      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata tiap, per atau sebagai tanda bagi dalam pecahan dan rumus matematika.
Contoh:
·         harganya Rp125,00/lembar (harganya Rp125,00 tiap lembar)
·         kecepatannya 20 m/s (kecepatannya 20 meter per detik)

·         7/8 atau 78
·         xn/n!

c.       Tanda garis miring sebaiknya tidak dipakai untuk menuliskan tanda aritmetika dasar dalam prosa. Gunakan tanda bagi ÷ .
Contoh: 10 ÷ 2 = 5.
Di dalam rumus matematika yang lebih rumit, tanda garis miring atau garis pembagi dapat dipakai.
Contoh: .
d.      Tanda garis miring sebaiknya tidak dipakai sebagai pengganti kata atau.

15.  Tanda Penyingkat (Apostrof)(‘)
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Contoh:
·         Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
·         Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
·         1 Januari ’88 (’88 = 1988)
Sebaiknya bentuk ini tidak dipakai dalam teks prosa biasa.